PENDIDIKAN AGAMA DAN SIKAP REMAJA TERHADAP AGAMA
Di susun guna memenuhi tugas :
Mata kuliah : Psikologi Agama
Dosen pengampu : Abdul Khobir, M.Ag


Oleh :

Abu Rizal Umami   2021115160
Tri Kusumawati      2021116034
Ulfi Nabila                2021116048
Rofiqotu Na’imah   2021116071

Kelas C


JURUSAN TARBIYAH
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ( IAIN)
PEKALONGAN
2017


KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah menolong hamba-Nya menyelesaikan makalah ini dengan penuh kemudahan. Taanpa pertolongan-Nya penyusu tidak aka mampu menyelesaikan makaalah ini dengan baik.
Psikologi agama meneliti dan menelaah kehidupan beragama pada seseorang dan mempelajari berapa besar pengaruh keyakinan agama itu dalam sikap dan tingkah laku, serta keadaaan hidup pada umumnya, selain itu juga mempelajari pertumbuhan dan perkembangan jiwa agama pada seseorang, serta faktor-faktor yang mempengaruhi keyakinan tersebut.
Dengan melihat pengertian psikologi dan agama dapatlah diambil pengertian bahwa psikologi agama adalah cabang dari psikologi yang meneliti dan menelaah kehidupan beragama pada seseorang dan mempelajari seberapa besar pengaruh keyakinan agama itu dalam sikap dan tingkah laku sehari-hari serta keadaan hidup pada umumnya. Untuk itu penulis akan mencoba memaparkan tentang, perkembangan jiwa keagamaan orang dewasa serta faktor-faktor yang. mempengaruhi perkembangan keagamaan tersebut.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas matakuliah “PSIKOLOGI AGAMA” yang diampu oleh bapak Abdul Khobir, M.Ag. semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Penyusun meyadari bahwa masih banyak kesalahan dan kekurangan dalam penyusunan makalah ini baik dari segi teknik penyajiannya maupun isi dari materinya. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat penyusun harapkan.












BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia dari masa ke masa selalu bergerak melakukan kegiatan untuk meraih harapan kesempurnaan dalam hidup dan terhindar dari berbagai kekhawatiran yang menimpa mereka. Diantara sekian harapan itu adalah kesempuranaan dalam kehidupan spiritual.
Awal pesan keagamaan yang disampaikannya kepada mereka adalah bahwa Tuhan mencintai mereka. Ketika mereka mengakui kebenaran pernyataan ini, proses perpindahan kepada sikap keagamaan pun dimulai, dan kemudian mengajak mereka untuk meenghilangkan sikap – sikap sebelumnya yang cenderung pada permusuhan.
Pendapat bahwa usia tua merupakan kurun waktu maksimum bagi perkembangan sikap keagamaan dibenarkan oleh hasil kajian empirik baru – baru ini mengenai hubungan antara umur dan sikap positif terhadap agama.
Sebagaiman sudah diketahui, bahwa rasa takut kepada kematian semakin meningkat bersamaan dengan usia tua dan perlunya kekuatan mental untuk mengahadapinya.
Maka dalam kesempatan ini kami melihat fenomena dan sekaligus mengkaji serta memaksimalkan untuk memamparkan apa yang dialami oleh orang dewasa yang semakin merugikan diri sendiri dan ada juga yang beruntung.
B. Rumusan Masalah
a. Bagaimana sikap orang dewasa ?
b. Apa saja ciri-ciri orang dewasa ?
c. Bagaimana sikap orang dewasa ?
d. Apa saja faktor – faktor yang mempengaruhi sikap orang dewasa ?








BAB II
PEMBAHASAN

A.    Sikap Orang Dewasa
Dengan berakhirnya masa remaja, maka berakhirpulalah kegoncangan jiwa yang mentertai pertumbuhan remaja itu. Yang berarti bahwa orang yang telah melewati masa remaja, mempunyai ketentraman jiwa, ketetapan hati dan kepercayaan yang tegas, baik dalam bentuk positif maupun negatif. Kendatipun demikian banyak orang yang merasakan kegoncangan jiwa pada usia dewasa. Bahkan perubahan – perubahan kepercayaan dan keyakinan terkadang masih saja terjadi pada orang dewasa, sehingga pembinaan agama harus selalu dilakukan agar kondisi bathin akan tetap stabil.[1]
Charlotte buchler menggunakan kata – kata “ saya hidup dan saya tahu untuk apa “ untuk menggambarkan bahwa pada usia dewasa orang sudah memiliki tanggung jawab serta sudah menyadari makna hidup. Dengan perkataan lain orang dewasa sudah memahami nilai – nilai yang dipilihnya dan berusaha untuk mempertahankan nilai – nilai yang dipilihnya. Orang dewasa sudah memiliki identitas yang jelas dan kepribadian yang mantap.[2]
Menurut H. Carl witherington, di periode adolesen ini pemilihan terhadap kehidupan mendapat perhatian yang tegas. Sekarang mereka mulai berpikir tentang tanggung jawab sosial moral, ekonomis, dan keagamaan.[3]
Kajian psikologi berhasil mengungkapkan bahwa di usia melewati setengah baya, arah perhatian mengalami perubahan yang mendasar. Bila sebelumnya perhatian diarahkan pada kenikmatan materi daan duniawi, maka pada peralihan keusia tua, prhatian lebih tertuju kepada upaya menemukan ketenangan batin. Sejalan dengan perubahan iu, maka masalah – masalah yang berkaitan dengan kehidupan akhirat mulai menarik perhatian mereka.[4]
Perubahan oroientasi ini antara lain disebabkan oleh pengaruh psikologis. Di satu pihak kemampuan fisik pada usia tersebut sudah mengalami penurunan. Sebaliknya di pihak lain, mereka memiliki khazanah pengalaman yang kaya. Kejayaan masa lalu yang pernah diperoleh sudah tidak lagi memperoleh perhatian, karena secarr fisik mereka dinilai sudah lemah. Kesenjangan ini menimbulkan gejolak dan kegelisahan – kegelisahan batin.[5]

B.     Ciri – ciri Orang Dewasa
Di usia dewasa biasanya seseorang sudah memiliki sifat kepribadian yang stabil. Stabilisasi sifat kepribadian ini terlihat antara lain dari cara bertindak dan bertingkah laku yang agak bersifat tetap (tidak mudah berubah – ubah) dan selalu berulang kembali.
Banyak diantara ciri penting dlam masa dewasa ini yang merupakan kelanjutan dan yang membedakan dengan masa sebelumnya (masa remaja), yakni nampak adanya peletakan dasar dalam banyak aspek kehidupannya seperti; berusaha memainkan peranan – peranan baru dalam hal sebagai suami/istri, orang tua, sebagai pemimpin rumah tangga, serta mengembangka sikap - sikap, minatdan nilai – nilai dalam memelihara peranannya yang baru tersebut. Melonjaknya persoalan hidup yang dihadapi dibandingkan dengan masa remaja akhir dan terdapatnya ketegangan emosi.
Sebagai kelanjutan dari masa remaja, masa dewasa memiliki ciri – ciri sebagai berikut :
a)      Usia reproduktif atau reproductive age.
b)      Usia memantapkan letak kedudukan atau settling down age.
c)      Usia banyak masalah atau problem age.
d)     Usia tegang dalam hal emosi atau emotional tension.
kedewasaan adalah suatu fase dalam proses hidup, dalam proses  menjadi tua. Jadi suatu periode yang sama dengan periode – periode yang lain. Allport telah mengajukan 6 hal sebagai ciri kejiwaan orang dewasa, antara lain yaitu :
a.       Adanya usaha pribadi pada salah satu lapangan yang penting dalam kebudayaan yaitu pekerjaan, politik, agama, kesenian dan ilmu pengetahuan.
b.      Kemampuan untuk ,engadakan kontak yang hangat dalam hubungan yang fungsional maupun yang tidak fungsional.
c.       Suatu stabilitas batin yang fundamental dalam dunia perasaan dan dalam hubungan dengan penerimaan diri sendiri.
d.      Pengamatan, pikiran dan tingkah laku menunjukkan sifat realitas yang jelas, namun masih ada relativitasnya juga.
e.       Dapat melihat diri sendiri seperti adanya dan juga dapat melihat segi – segi kehidupan yang menyenangkan.
f.       Menemukan suatu bentuk kehidupan yang sesuai dengan kehidupan dunia, atau filsafat hidup yang dapat merangkumkehidupan menjadi satu kesatuan.(Monks,1996:319)

C.     Sikap Keagamaan Orang Dewasa
Kemantapan jiwa orang dewasa seagaimana yang dilukiskan oleh charlotte buchler diatas; “saya hidup dan saya tahu untuk apa”. Setidaknya ini telah memberikan gambaran tentang bagaimana sikap keberagaman pada orang dewasa. Mereka sudah memiliki tanggung jawab terhadap sistem nilai yang dipilhnya, baik sistem nilai yag bersumber dari norma – norma lain dalam kehidupan. Yang jelas, pemilihan nilai – nilai tersebut telah diasarkan atas pertimbangan pemikiran yang matang, sehingga sikap keberagamaan terjadi itupun didasarkan atas pertimbangan yang matang pula.
Jika orang dewasa memilih nilai – nlai agama untuk dijadikan pandangan hidup , maka sikap keberagamaan mereka akan terlihat dalam kehidupan sehari hari, dan sikap itu akan dipertahankan sebagai identitas dan kepribadian mereka karena ajaran yang mereka anut berdasarkan pertimbangan akal sehat itu, dapat memberikan kepuasan batin bagi mereka. Sikap ini akan membawa mereka untuk secara mantap menjalankan ajaran agama yang mereka anut. Sehingga tidak jarang sikap keberagamaan yang yang seperti ini dapat menimbulkan ketaatan yang yang berlebihan dan menjurus ke sikap fanatisme.
Sebaliknya, jika seorang dewasa memilih nilai yang bersumber dari nilai – nilai non agama, itupun akan dipertahankannya sebagai pandangan hidupnya. Dan kemungkinan ini akan memberi peluang bagi munculnya kecenderugan sikap anti agama, bila menurut pertimbangan akal sehatnya terdapat kelemahan – kelemahan tertentu dalam ajaran agama yang dipahaminya, bahkan terkadang dapat memusuhi agama yang dinilainya mengikat dan bersifat dogmatis.
Adapun sejalan dengan tingkat perkembangan usianya, maka sikap keberagamaan yang ditampilkan oleh orang dewasa antara lain memiliki ciri – ciri sebagai berikut:
a.       Menerima kebenaran ajaran agama berdasarkan petimbangan pemikiran yang matang, bukan sekedar ikut – ikutan.
b.      Cenderung bersifat realistis, sehingga norma – norma agama lebih banyak diaplikasikan dalam sikap dan tingkah laku.
c.       Bersikap positif pada ajaran dan norma – norma agama dan berusaha untuk mempelajari dan memperdalam pemahaman agama.
d.      Tingkat ketaatan beragama didasarkan atas pertimbangan dan tanggung jawab diri hingga sikap keberagamaan merupakan realisasi dari sikap hidup.
e.       Sikap lebih terbuka dan wawasan yang lebihh luas.
f.       Bersikap lebih kritis terhadap materi ajaran agama sehingga kemantapan beragama selain didasarkan atas pertimbangan pikiran, juga didasarkan atas pertimbangan hati nurani.
g.      Sikap keberagamaan cenderung mengarah pada tipe – tipe kepribadian masing- masing, sehingga terlihat adanya pengaruh kepribadian dalam meerima, memahami serta melaksanaka ajaran agama yang di yakininya.
h.      Terlihat adanya hubungan antara sikap keberagamaan dengan kehidupan sosial, sehingga perhatian terhadap kepentingan organisasi sosial keagamaan sudah berkembang.

D.    Faktor – faktor yang mempengaruhi Sikap Keagamaan Pada Orang Dewasa
Sikap – sikap keberagamaan yang dialami oleh orang dewasa dipengaruhi oleh berbagai perangkat yang mengitarinya, diantaranya adalah kebudayaan yang menjadi cetak biru bagi kehidupan atau pedoman bagi kehidupan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan – kebutuhan warga masyarakat penganutnya. Dalam kebudayaan terdapat berbagai perangkat dan keyakinan – keyakinan yang dimiliki oleh pendukung keudayaan tersebut. Perangkat – perangkat pengetahuan itu sendiri membentuk sebuah sistem yang terdiri atas satuan – satuan yang berbeda – berbeda secara bertingkat – tingkat yang fungsional hubungannya atu sama lainnya secara keseluruhan.
Disini terlihat bahwa kebudayaan dalam suatu masyarakat merupakan sistem nilai tertentu yang dijadikan pedoman hidup oleh warga yang mendukung kebudayaan tersebut. Karena dijadikan kerangka acuan dalam bertindak daan bertingkah laku, kebudayaan cenderung menjadi tradisi dalam suatu masyrakat. Tradisi adalah sesutu yang sulit brubah karena sudah menytu dalam kehidupan masyarakat pendukungnya. Bahkan, menurut Prof. Dr. Kasmiran Wuryo, tradisi masyarakat merupakan bentuk norma yang terbentuk dari bawah, sehingga sulit untuk diketahui sumber asalnya. Oleh karena itu, tampaknya tradisi sudah terbentuk sebagai norma yang dibakukan dalam kehidupan masyarakat.
Adapun secara umum sikap keagamaan orang dewasa sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :
a.       Faktor hereditas dan asal usul keluarganya sendiri
b.      Asal usul keluarga suami / istri serta kondisi keberagaman keluarga yang diangunnya sekarang.
c.       Pendidikan formal maupun non formal yang pernah dialaminya.
d.      Pengalaman hidup, baik masa lalu maupun sekarang
e.       Lingkungan hidup, baik masa lalu maupun sekarang.
f.       Pekerjaan
g.      Pergaulan, baik dala lingkungan masyarakat sekitar maupun lingkungan kerja.
h.      Hasil olah pikir, motifasi, inovasi, serta olah perasaan (batin) yang dilami dan dilakukan selama ini.
i.        Pengaruh media cetak maupun elektronik yang mereka terima selama ini.
j.        Faktor hidayah dari Allah SWT (bahrudin: 153) [6]















BAB III
KESIMPULAN
Pada usia dewasa orang sudah memiliki tanggung jawab serta sudah menyadari makna hidup. Dengan perkataan lain orang dewasa sudah memahami nilai – nilai yang dipilihnya dan berusaha untuk mempertahankan nilai – nilai yang dipilihnya. Orang dewasa sudah memiliki identitas yang jelas dan kepribadian yang mantap.
Banyak diantara ciri penting dlam masa dewasa ini yang merupakan kelanjutan dan yang membedakan dengan masa sebelumnya (masa remaja), yakni nampak adanya peletakan dasar dalam banyak aspek kehidupannya seperti; berusaha memainkan peranan – peranan baru dalam hal sebagai suami/istri, orang tua, sebagai pemimpin rumah tangga, serta mengembangka sikap - sikap, minatdan nilai – nilai dalam memelihara peranannya yang baru tersebut.
Jika orang dewasa memilih nilai – nlai agama untuk dijadikan pandangan hidup , maka sikap keberagamaan mereka akan terlihat dalam kehidupan sehari hari, dan sikap itu akan dipertahankan sebagai identitas dan kepribadian mereka karena ajaran yang mereka anut berdasarkan pertimbangan akal sehat itu, dapat memberikan kepuasan batin bagi mereka.
Sikap – sikap keberagamaan yang dialami oleh orang dewasa dipengaruhi oleh berbagai perangkat yang mengitarinya, diantaranya adalah kebudayaan yang menjadi cetak biru bagi kehidupan atau pedoman bagi kehidupan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan – kebutuhan warga masyarakat penganutnya.











DAFTAR PUSTAKA

Roehmah, Noer. Pengantar Psikologi Agama. Yogyakarta : Teras, 2013.
Jalaludin. Psikologi Agama. Jakarta : PT RajaGrafindo, 2007.
Arifin, Bambang Syamsul. Psikologi Agama. Pustaka Setia : Bandung, 2008.




[1] Noer Rohmah, Pengantar psikologi Agama (yogyakarta : 2013) Hlm.143
[2] Ibid., Hlm.144
[3] Jalaludin, Psikologi Agama, PT RajaGrafindo Persada) Hlm. 106
[4] Ibid
[5] Ibid., Hlm.116
[6] NoerRohmah,Op.Cit.,Hlm.150